Tragedi Di Stadion Kanjuruhan Malang
Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur |
Tragedi 129 nyawa manusia melayang dalam kericuhan di Stadion Kanjuruhan Malang, 1Oktober 2022, sungguh memprihatinkan sekaligus memalukan.
Gelar tanding Arema FC versus Persebaya pada pekan ke-11 LIGA I 2022-2023 di stadion itu, sebagai even, sungguh sukses. Even itu mendapat dukungan masyarakat olahraga, khususnya pecinta sepakbola. Penonton langsung dapat melebihi daya tampung stadion.
Akan tetapi sayang ya bro n sis linkonis semua.
Pertandingan yang berakhir dengan 3 gol untuk Persebaya dan 2 gol untuk Arema FC, itu justru menimbulkan rasa duka berjuta manusia.
Betapa tidak. Beberapa media mengabarkan 129 penonton yang meninggal itu sebagai korban kericuhan dan kerusuhan yang dilakukan oleh supporter Arema FC. Dugaannya karena tak rela kesebelasan jagoannya kalah.
Kabar demikian itu sepertinya mafhum saja. Logis gitu lho. Tuan rumah kalah. Supporternya yang terlihat paling banyak, yo gampang terpancing ngamuk rek.
Namun maaf ya. Sebaiknya publik jangan buru-buru menelan nalar kabar tersebut.
Dari video tragedi itu yang tersiar ke publik, tak ada yang menampakkan amuk massa. Yang ada bahkan upaya ramai-ramai supporter berlarian menghindar dari ketidakamanan dan ketidaknyamanan bagi masing-masing.
Supporter sebagai konsumen pertunjukan pertandingan sepakbola, pasti butuh aman dan nyaman. Nah hal ini banyak yang tidak mendapatkannya.
Mari kita perhatikan ya bro n sis linkonis.
Kapasitas stadion 30.000 orang namun tiket dicetak lebih dari itu. Kabar terkuak bahwa yang terjual sekitar 40.000 tiket.
Alhasil, 10.000 manusia yang masuk melebihi daya tampung stadion, pastilah mengusung rawan risiko, baik fisik maupun psikis bagi 40.000 manusia yang kumpul itu.
Ketika pertandingan usai, mereka semua mau keluar dari dalam stadion. Lokasi keluar dari stadion terbatas, termasuk akses evakuasi pada situasi darurat.
Desak-desakan antar mereka menuju pintu keluar stadion terjadilah. Arus keluar pun amat lambat karena area terbuka di luar stadion pun penuh kendaraan parkir.
Tentu saja keadaan ini menjadikan penonton yang berdesak-desakan tersebut dan lambat keluar dari dalam stadion jadi gerah, ada yang pitam, dan bertindak kasar.
Cilakanya dan patut disesalkan. Bahwa rupanya guna mengatasi kericuhan desak-desakan penonton tersebut, petugas keamanan mengendalikannya dengan menggunakan gas airmata dan senjata api, yang sesungguhnya dilarang oleh FIFA.
Ya kalang kabutlah yang terjadi. Sebagian besar mereka lari tunggang langgang ke lapangan. Tak pelak, ada yang terinjak-injak, terjepit, terdorong, sehingga ada korban 129 meninggal. Jadi korban tersebut bukan karena perkelahian maupun amuk massa.
Oleh karena itu hal yang perlu disikapi adalah:
1. Pencetakan dan penjualan tiket melebihi daya tampung stadion.
2. Fasilitas dan fisik stadion yang kurang memadai.
3. Tindakan pengamanan yang melanggar peraturan dari FIFA.
Mari kita doakan parapihak (Kemenpora, KONI, PSSI, Polri, BPKN, dll) yang berwenang dapat segera bijak menanganinya.
Segera bijak menanganinya, sebagaimana yang diharapkan dan diperintahkan oleh Presiden RI.
"Salam olahraga turut berduka cita"
*] Penulis adalah Pemimpin Redaksi lingkarkonsumen.com