Konsumen Menggonggong Negara Berlalu
* By Dr. Firman T Endipradja
MENTERI Perdagangan Muhammad Lutfi saat raker dengan komisi enam DPR Kamis 17/03/2022 mengaku, atas kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng, tidak mampu mengatasi penyimpangan minyak goreng. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) menyebutkan Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan.
Sementara itu Presiden Joko Widodo pada Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa (5/4/2022) menyebutkan bahwa sudah menjadi keniscayaan Indonesia menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) hal ini karena dipicu kondisi geopolitik internasional dan ekonomi global yang bergejolak saat ini. Selain itu Presiden menyindir para menteri yang tidak berkomunikasi kepada masyarakat terkait kenaikan harga minyak goreng hingga Pertamax. Presiden mengatakan, menteri terkait tidak memberikan penjelasan terkait peningkatan harga tersebut. Diingatkannya para menteri agar jangan sampai dianggap tidak bekerja oleh masyarakat. "Tidak ada, tidak ada komunikasi. Harga minyak goreng sudah 4 bulan (naik)," kata Jokowi.
Benarkah diantara presiden dengan menterinya atau antara para menteri tidak ada komunikasi. Sebegitu parahkah manajemen organisasi/mekanisne kerja kabinet saat ini sehingga berimbas pada kebijakan yang menyengsarakan rakyat/negara tidak hadir mengurus rakyat. Apakah kenaikan PPN yang akan mendorong inflasi dan berpengaruh pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik untuk nonsubsidi, serta penyesuaian harga LPG nonsubsidi untuk kesekian kalinya, harus dinaikan saat ini juga. Apakah Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng dengan besaran Rp 300 ribu yang tengah disiapkan untuk tiga bulan akan menyelesaikan fenomena kenaikan berjamaah ini ?
Sindiran Presiden kepada para menteri seperti disampaikan di atas terkait kenaikan harga minyak goreng hingga Pertamax cukup beralasan. Krisis minyak goreng terus berlanjut, bahkan kemungkinan komoditas lain pun seperti solar bisa mengikuti pola minyak goreng ini, tapi peran menteri terkait belum banyak dirasakan masyarakat sebagai konsumen. Banyak masyarakat yang tidak puas dengan kebijakan pemerintah/menteri dalam mengatur minyak goreng. Pemerintah yang semula dinilai pro rakyat malah berbalik menjadi pro pengusaha. Buktinya, dengan dicabutnya Permendag No.6/2022 dan diterbitkannya Permendag No.8/2022. Untuk menurunkan harga migor, diterbitkan Kepmendag No. 170/2022 tentang DMO dan DPO. Namun kebijakan ini mendapat penolakan dari kalangan pengusaha dan hanya berjalan seminggu, pemerintah memutuskan untuk menghapus kebijakan tersebut.
Di sisi lain, peran kartel yang tersembunyi melebihi kekuasaan Pemerintah. Pemerintah mengakui telah kalah dari mafia. Kementerian perdagangan tidak mampu mengendalikan ketersediaan minyak goreng sehingga mencabut aturan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan dan mengembalikan penentuan harga kepada pasar. Bahkan ketika minyak goreng kembali hadir melimpah, tetapi harganya dipatok seenaknya oleh pengusaha. Sementara Pemerintah memiliki intelijen yang seharusnya sudah mengendus keberadaan kartel itu sehingga tidak perlu merugikan masyarakat hingga enam bulan.
Kelangkaan minyak goreng bisa dikatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB) karena tidak pernah terjadi sejak zaman kemerdekaan. Kelangkaan itu bukti nyata inkonsistensi pemerintah saat menggulirkan peraturan. Ada sekitar enam peraturan menteri perdagangan dan perindustrian yang berubah-ubah terkait minyak goreng. Inkonsistensi itu, bukan kali pertama. Sebelumnya ada aturan mengenai pencairan jaminan hari tua (JHT) yang dianulir karena respons masyarakat khususnya konsumen pemilik hak JHT.
Pemerintah telah lalai/abai melindungi konsumen dan membiarkan pengusaha tamak menentukan harga seenaknya. Padahal, seharusnya pemerintah hadir mengendalikan harga, memantau, dan menjaga pasokannya. Penetapan kebijakan HET minyak goreng curah dan pencabutan HET minyak goreng dalam kemasan bukan menyelesaikan masalah, tapi membuat masalah baru yakni dengan diborongnya minyak goreng curah oleh pelaku usaha untuk dikemas yang legalitasnya tentu diragukan dan lagi2 belum tampak langkah pemerintah untuk menertibkannya.
Menyangkut kenaikan BBM, Presiden Jokowi menegaskan, tidak mungkin Indonesia tidak menaikkan harga BBM, terutama bensin non subsidi seperti Pertamax. Kemudian, apakah artinya Presiden juga memberikan sinyal kenaikan harga BBM juga akan terjadi untuk jenis bensin Pertalite (RON 90).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan usai uji coba pengoperasian Light Rail Transit (LRT) di Stasiun Harjamukti, Cibubur, Jakarta Timur, Jumat (1/4/2022), memberikan sinyal bahwa pemerintah kemungkinan akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin Pertalite (RON 90), menyusul kenaikan harga pada bensin Pertamax (RON 92). "Jadi overall ya akan terjadi nanti (kenaikan), karena itu Pertamax, Pertalite. Premium, belum mengenai gas (LPG) yang 3 kg itu kita bertahap. Jadi 1 April, nanti Juli, nanti bulan September, itu semua bertahap dilakukan oleh pemerintah," kata Luhut.
Pembayar PPN, pemakai minyak goreng, BBM, listrik, gas, pasien tes PCR/swab, peserta BPJS Kesehatan, peserta Jaminan Hari Tua, dan pengkonsumsi pisang dan lain-lain adalah konsumen. Kompleksitas persoalan konsumen (perlindungan konsumen) di Indonesia, secara kongkrit selain terkait dengan perilaku pelaku usaha, juga berhadapan dengan keterlibatan oknum pejabat negara dan kebijakan negara itu sendiri.
Hak konsumen telah diatur dalam UUPK, demikianpun hak-hak dasar/asasi konsumen diakui secara internasional. Hak-hak tersebut pertama kali disuarakan oleh John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat (AS), pada tanggal 15 Maret 1962 melalui "A special Message for the Protection of Consumer Interest" yang lebih dikenal dengan "Declaration of Consumer Right". Kemudian Resolusi PBB Nomor 39/248 Tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen ( Guidelines for Consumer Protection), juga merumuskan berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi.
Bahkan sebagai bentuk apresiasi untuk meningkatkan pemahaman hak dan kewajiban konsumen, melalui Keputusan Presiden No. 13 Tahun 2012 telah menetapkan tanggal 20 April sebagai Hari Konsumen Nasional. Sebelumnya, tanggal 15 Maret seluruh dunia memperingati Hari Hak Konsumen Dunia. Penetapan hari konsumen baik secara nasional maupun internasional sendiri ditujukan agar semakin banyak pihak terutama negara, yang termotivasi membangun atau mewujudkan suatu negara kesejahteraan (walfare state) yang berkadilan.
Kenaikan bahan kebutuhan pokok, enerji dan inflasi, ditambah pernyataan-pernyataan pejabat yang tidak empatik dan bentuk ketiadaan sence of crisis dan ketidaktaatan pemerintah pada konstitusi, semakin terasa demikian sempurnanya beban masyarakat. Di sisi lain, Presiden telah mengingatkan para menteri agar jangan sampai dianggap tidak bekerja oleh masyarakat (negara tidak hadir) sementara media asing pun telah memberi peringatan kepada pemerintah karena penderitaan sekaligus kemarahan rakyat sudah memuncak. Akibat kondisi ini masyarakat teriak protes namun tampaknya pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa alias diam, kebijakan berlanjut dan terus menerus dilaksanakan.
*) Penulis Ketua Umum Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jabar Banten DKI Jkt/Dosen Politik Hukum Perlindungan Konsumen & Kebijakan Publik Pascasarjana Universitas Pasundan Bandung.