Perlindungan Konsumen Dipenghujung 2020: Fokuskan Pengawasan BBM & LPG Subsidi 3kg
By Dr. Firman T Endipradja
Jelang Hari Raya Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 (Nataru), PT Pertamina (Persero) memprediksi akan terjadi kenaikan jumlah kebutuhan BBM dan LPG. Pertamina dalam siaran pers (20/12/2020) mengatakan, pihaknya memprediksi realisasi harian BBM selama Natal dan Tahun Baru ini, BBM jenis gasoline (Premium, Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo) mengalami peningkatan sebesar 10 persen dibandingkan dengan rata-rata harian normal sebelumnya.
Merujuk prediksi tersebut, agar penyaluran BBM dan LPG, kelancaran distribusi serta kondisi di lapangan berjalan dengan lancar, selain peningkatan pelayanan, yang tidak kalah pentingnya menjelang libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 ini perlu difokuskan di pengawasan, karena kedua komoditas ini sangat seksi untuk disalahgunakan, namun agak sulit dijamah hukum (jarang terdengar digelar di pengadilan), padahal perangkat hukum sudah cukup memadai.
Adalah Bab VII
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), mengatur tentang Pembinaan dan Pengawasan. Ketentuan Pasal 30 ayat (1) menyebutkan, Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan
konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat,
dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Ayat (2), Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
Implementasi ketentuan di atas, dua pom bensin atau SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) di Kota Bandung disegel oleh Tim gabungan Direktorat Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) Kementerian Perdagangan (19/10/2018) karena SPBU tersebut ditengarai melakukan kecurangan terhadap pembeli. Selain itu, temuan ini juga didapati PKTN saat melakukan sidak langsung ke sejumlah SPBU di wilayah Pantai Utara pada 15-23 Mei 2019.
Direktur Jenderal PKTN Veri Anggriono dalam keterangan persnya (20/6/2019), menyebutkan berdasarkan hasil pengawasan, petugas ditemukan tiga SPBU yang berlokasi di Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Bekasi yang diduga melakukan tindak pidana di bidang metrologi legal dan ditemukan alat tambahan pada pompa ukur BBM berupa rangkaian elektronik serta adanya pompa ukur yang berada di luar BKD. Selain itu ditemukan juga kecurangan di Jakarta 4 kasus dan di Nagreg 2 kasus.
Fenomena kecurangan yang dilakukan SPBU ini menyebar di berbagai kota di seluruh Indonesia dan bukanlah hal baru meski pengaduan masyarakat/konsumen pun sudah cukup banyak, namun kecurangan ini terus berulang karena tidak ada sanksi yang tegas bagi pelaku yang telah terbukti melakukan pelanggaran.
Padahal berbagai peraturan perundang-undangan dapat menjerat pelanggaran ini seperti UU Perlindungan Konsumen sendiri mengatur adanya sanksi perdata (gantirugi), sanksi pidana dengan ancaman maksimal hukuman lima tahun penjara atau denda Rp.2 miliar dan sanksi pencabutan ijin. Selain itu KUHPidana, UU migas dan UU Standardisasi Penilaian Kelayakan bisa juga dikenakan
Mengenai LPG sendiri sudah bermasalah sejak dikeluarkannya kebijakan Konversi Minyak Tanah ke Gas di tahun 2007. Ketika itu masyarakat disuruh beralih ke gas (3 kg) dari menggunakan minyak tanah, akan tetapi saat minyak tanah ditarik dari pasaran, gas tidak memenuhi kebutuhan pasar (kurang), dan sampai sekarang fenonena kekurangan gas di pasaran (kelangkaan) itu terus menerus terjadi.
Permasalah kelangkaan LPG yang berulang dan belarut-larut ini, terkait beberapa hal seperti adanya praktek penimbunan, pengoplosan, penggunaan oleh golongan masyarakat mampu, terjadinya penyimpangan distribusi, munculnya penjual LPG tanpa izin, belum lagi adanya oknum-oknum yang sengaja mencari kesempatan dalam kesempitan seperti memainkan harga di tingkat eceran, spekulan yang membeli tabung elpiji dari masing-masing agen/pangkalan.
LPG 3 kg merupakan LPG subsidi yang peruntukannya diatur untuk rumah tangga pra sejahtera, yakni masyarakat yang memiliki penghasilan di bawah Rp1,5 juta per bulan, serta kegiatan usaha kecil dan mikro (pedagang kecil/pedagang kaki lima). Namun kenyataannya LPG itu digunakan pula oleh masyarakat yang berkempampuan dan digunakan oleh pelaku usaha menengah ke atas yang bukan haknya (hotel, restoran/rumah makan & katering)
Pertamina adalah BUMN yang diberi kewenangan untuk mengatur peredaran BBM dan LPG. Namun atas potret kompleksitas permasalahan BBM dan LPG di atas terlebih saat pandemi ini, untuk menghadapi Nataru ini idealnya pemerintah perlu membentuk tim pengawas gabungan dari pusat sampai daerah/desa yang bertugas secara intensif melakukan pengawasan yang bisa dilakukan bersama-sama dengan pemangku kepentingan terdekat dengan masyarakat (LPKSM/BPSK), dinas, polri termasuk ombudsnan dan dewan, sehingga persiapan BBM dan LPG untuk Nataru khususnya ketersediaan LPG jangan sampai langka dan tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum yang ingin mengambil keuntungan dan tentunya pengawasan tidak akan berarti tanpa penegakan hukum.
*) Komisioner BPKN RI/Dosen Hukum Perlindungan Konsumen & Kebijakan Publik Pascasarjana Univ. Pasundan.