OJK: Untuk Sementara Penagihan Debt Collector Leasing Distop
Ilutrasi |
Jakarta l lingkarkonsumen.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan fleksibilitas dalam perhitungan non performing loan (NPL) alias kredit bermasalah tak hanya berlaku di perbankan, tapi juga industri pembiayaan atau multifinance. Dengan demikian, penagihan lewat debt collector multifinance atau leasing disetop untuk sementara.
Upaya ini dilakukan guna mendukung sepenuhnya langkah pemerintah memberi ruang gerak bagi sektor riil sambil menunggu redanya dampak virus corona (COVID-19) yang melanda Tanah Air, dilansir dari CNBC Indonesia, Jumat (20/3/2020).
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan khusus di sektor perbankan regulator sudah menerapkan satu saja dari tiga pilar yang menjadi parameter kolektabilitas kredit.
Dari tiga pilar, yakni prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan bayar debitur, OJK hanya memasukkan ketepatan dalam membayar angsuran sehingga dua pilar lain untuk sementara waktu diabaikan.
"Sehingga kami dari OJK beri kemudahan bagi pengusaha untuk bisa relaksasi dalam perhitungan non performing, yang tadinya tiga pilar menjadi satu pilar yaitu ketepatan pembayaran. Prospek usaha dan kondisi debitur kita abaikan sementara kita perhitungkan selama satu tahun, sehingga nanti hanya ketepatan pembayaran saja," kata Wimboh di Istana Kepresidenan.
Selain perbankan, fleksibilitas itu akan diterapkan juga di industri pembiayaan. "Perluasan [relaksasi dan fleksibilitas kredit] ini, seperti tadi bapak Menko Perekonomian [Airlangga Hartarto] sudah sampaikan, akan kami perluas bukan hanya kredit perbankan tapi juga lembaga pembiayaan," kata Wimboh.
"Tolong ini dilakukan hal sama. Jangan gunakan penagihan menggunakan debt collector. Setop dulu. Dan ini tentunya selama lanjutkan pembayaran pokok plus bunga ini gimana sektor ini bisa tetap bertahan. Itu garis besar bagaimana mendukung upaya pemerintah agar sektor usaha bertahan sambil menunggu bagaimana COVID-19 ini bisa selesai dampaknya dan diminimalisir," jelas Wimboh.
Menurut Wimboh, pada intinya banyak sekali sektor yang berdampak secara langsung dari corona, terutama sektor pariwisata, transportasi, dan sektor lainnya seperti hotel.
"Ini sudah ada beberapa sektor langsung tapi juga sektor yang tidak langsung [berdampak]. Kebijakan kita di sektor keuangan untuk pengusaha ini bisa bertahan. Jangan sampai ambruk dan menimbulkan layoff [PHK]."
Wimboh menjelaskan plafon kredit sampai dengan Rp 10 miliar dan lebih dari Rp 10 miliar bisa langsung ajukan restrukturisasi untuk kategori menjadi lancar sehingga pengusaha bisa dimudahkan.
"Kami juga perbolehkan di bawah Rp10 miliar termasuk UMKM dan KUR itu boleh restructuring dengan permintaan untuk membayar bunga atau pokok atau bunga plus pokok sampai paling lama satu tahun. Kalau nasabah bisa kurang dari satu tahun silahkan. Kalau memang perlu satu tahun silahkan."
"Kita kasih fleksibilitas kepada bank. Dan untuk UMKM dan KUR silahkan boleh direstrukturisasi dengan permintaan pembayaran bunga plus pokok. Dan ini mudah-mudahan sektor langsung maupun tidak langsung dan akhirnya kalau tidak kita tandai fasilitas kredit mati, ini jadi bisa hidup, bertahan. Mudah-mudahan satu tahun sudah kembali normal.