Perlindungan Konsumen Dalam Pusaran Kasus ASABRI dan Jiwasraya
Ilutrasi |
PT. ASABRI yang dahulu yayasan ABRI kini menjadi PT dibawah BUMN yang dananya digunakan investasi, karena dana tersebut dianggap nganggur pada investasi pasar modal yang katanya salah sasaran dan salah manajemen, hal yang sama dengan dana Asuransi Jiwasraya ?.
Secara hukum BUMN harus bertanggung jawab raibnya dana konsumen, apapun modusnya serta pihak-pihak yang terlibat dalam menginvestasikan ke pasar modal yang dinilai telah menyalahi, ungkap Firman Tumantara, Kamis (16/1/2020) pada lingkarkonsumen.com.
Dimana menurut Firman, bahwa sejak disahkannya Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK 8/99) oleh Presiden BJ Habibie pada 20 April 2000, rakyat Indonesia telah sepakat sebagai landasan dan sekaligus payung hukum dalam melindungi konsumen.
Dalam perspektif Hukum Perlindungan Konsumen (UUPK), BUMN adalah pelaku usaha. Perusahaan asuransi PT Jiwasraya adalah BUMN dan Dana Pensiun (PT ASABRI) pun adalah BUMN. Pasal 1 butir 3 UUPK menyebutkan, Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Penjelasan Angka 3 : Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, *BUMN*, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain-lain.
Salah satu hak konsumen yang diatur dalam UUPK adalah hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. UUPK mengatur tentang Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha dan Tanggung Jawab Pelaku Usaha.
Firman Tumantara |
Alinea terakhir Penjelasan Umum UUPK, menyebutkan bahwa Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan payung yang mengintegrasikan (peraturan perundang-undangan lain/sektoral), dan (untuk) memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen. Artinya, dalam menyelamatkan nasib konsumen ASABRI dan JIWASRAYA dapat digunakan undang-undang lain dimana UUPK sebagai UU payung nya.
Dalam kasus Asabri dan jiwasraya ini, Undang-undang lain (undang-undang sektoral) yang dapat diintegrasikan dalam rangka penegakan hukum perlindungan konsumen diantaranya adalah KUHPidana, KUHPerdata, UU Tipikor, UU KKN, UU ASN, UU TUN, UU Pelayanan Publik, UU Ombudsman, UU OJK dan UU HAM. Undang-undang ini sebagai dasar tuntutan berganda (privat dan publik), dan berlapis.
Penyelesaian sengketa konsumen ini bisa ditempuh upaya hukum secara privat dan publik (pidana dan administratif/kepegawaian) sekaligus. Asabri dan Jiwasraya juga telah melakukan wanprestasi (melanggar perjanjian/kontrak asuransi/polis) terhadap hak,-hak konsumen.
Dalam kajian Hukum Perlindungan Konsumen, kedudukan konsumen lemah dibanding dengan pelaku usaha. Lemahnya kedudukan konsumen itu berkenaan dengan keterbatasan konsumen atas daya beli, pengetahuan, kesadaran akan hak-haknya, proses produksi, bahan baku, komposisi, distribusi barang dan/atau jasa yang dipakai/digunakannya. Salah satu bukti lemahnya konsumen asuransi adalah sulitnya mengajukan klaim.
Seperti diuraikan dalam Penjelasan Umum UUPK : "kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen." jelasnya.
Lemahnya kedudukan konsumen dibanding pelaku usaha itu terlebih lagi jika pelaku usahanya adalah BUMN dan sebagai buktinya adalah dalam kasus Jiwasraya dan Asabri ini yang kental dengan nuansa hukum dan politik. Melalui UUPK sebagai payung hukum, diharapkan hukum akan melindungi, memperjuangkan dan menyelamatkan kembalinya uang konsumen PT. Jiwasraya dan PT ASABRI, harap Firman.
By : Djunaedy