Direktur LBH KI: Harapan Konsumen Untuk Dirut PT. PLN Yang Baru
Ilutrasi Gedung PT. PLN Pusat |
Bandung l lingkarkonsumen.com - Selama ini konsumen pelanggan listrik seringkali dirugikan oleh PT. PLN (Persero) didalam membuat kebijakan listrik di negeri ini, direksi PT. PLN seringkali tidak mengikuti hukum atau melanggar hukum (peraturan perundang-undangan), akibatnya kebijakan yang dibuatnya banyak merugikan dan membebani konsumen.
Direktur LBH Konsumen Indonesia, DR. Firman Turmantara E,S.H.,S.Sos.,M.Hum. melalui rilisnya pada lingkarkonsumen.com, Rabu (25/12/2019) mengutarakan untuk pimpinan PLN yang baru diminta untuk memperhatikan bebera hal mengenai hak-hak konsumen, pertama perhatikan dan taati peraturan perundang-undangan dan evaluasi kebijakan yang merugikan atau membebani konsumen.
Dimana negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Direktur utama PLN yang baru dalam membuat kebijakan dimana PT. PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara wajib mentaati UUD 1945 (Pasal.33, ayat 3).
Ada tujuh Undang-undang dan satu Peraturan Pemerintah yang wajib juga diperhatikan dan ditaati oleh Dirut PLN baru, yaitu UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK 8/99) BUMN adalah sebagai Pelaku Usaha (PU).
Dimana bunyi dalam pasal 7, mengenai kewajiban PU pada huruf a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, d.menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku, e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan, f.memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, g.memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Begitu juga pada UU Pelayanan Publik, UU Standarisasi Penilaian Kesesuaian, UU ASN, UU TUN, khususnya terkait Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik. UU BUMN, UU Ketenagalistrikan, dimana konsumen berhak untuk mendapat pelayanan yang baik, mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan yang baik, memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga yang wajar, mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik, dan mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik. Pasal 29 ayat UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan.
PP tentang Standadisasi Palayanan Minimal. Evaluasi kebijakan yang merugikan atau membebani konsumen. Pada putusan Mahkamah Agung (MA), yang menghukum PLN menghapus biaya administrasi tagihan listrik via bank berdasarkan sistem Payment Point Online Bank (PPOB) yang mulai diluncurkan Menteri ESDM pada Peringatan Hari Listrik Nasional 27 Oktober 2000. PPOB adalah layanan pembayaran tagihan listrik dan lainnya secara online real time yang diselenggarakan PLN bekerja sama dengan perbankan.
Klausul baku yang terdapat dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik harus disesuaikan dengan ketentuan pasal18 UUPK 8/99. Pemeliharaan yang optimal dan rutin terhadap jaringan, mesin dan peralatan pembangkit tenaga listrik dan segala sarana prasarana dalam menunjang ketersediaan atau keberlanjutan adanya aliran listrik agar tidak terjadi kerusakan yang mengakibatkan terganggunya aliran listrik (pemadaman).
Pemutusan arus listrik terhadap rumah konsumen yang telat bayar. Kabel menggantung/terjuntai ditanah dan fasiltas umum yang mengandung aliran listrik serta bekas galian PLN sehingga membahayakan masyarakat.
Penagihan tunggakan listrik oleh konsumen yang melibatkan kejaksaan. Konsumen yang mau menaikan daya listrik didorong untuk mengganti meteran dengan token. Padahal konsumen memiliki hak untuk memilih dan cukup banyak konsumen yang mengeluh dengan sistem token atau digital ini.
Diharapkan Dirut PLN yang baru banyak mendengar dan mengangkat ahli dibidang perlindungan konsumen agar konsumen listrik betul-betul terjaga hak dan kewajibannya, ungkap DR. Firman Tumantara.
By : Djunaedy