BPOM: Susu Kental Manis Tidak Baik Untuk Batita
Ilustrasi |
Jakarta l lingkarkonsumen.com - Balai Besar POM Jakarta menyarankan agar krimer atau susu kental manis (SKM) tidak diberikan kepada bayi di bawah umur tiga tahun karena berdampak pada gizi buruk.
Perwakilan Balai Besar POM Jakarta Yayan di Jakarta, Selasa, mengatakan pihaknya akan menyusun ulang kebijakan terkait susu kental manis ke depan.
“Hasil riset menemukan bahwa susu kental manis telah menyebabkan gizi buruk dan kurang baik terhadap anak-anak berusia 3 dan 5 tahun. Hasil penelitian ini akan menjadi masukan dan kajian bagi kami dalam membuat peraturan terkait susu kental manis ke depan,” katanya, dilansir dari Antara News, Selasa (3/12/2019).
Susu kental manis sejatinya bukanlah produk hewani bergizi tinggi. Sebab, dalam proses pembuatannya, susu kental manis dibuat dengan menguapkan sebagian air dari susu segar (hingga 50 persen) dan kemudian ditambahkan dengan gula sebanyak 45 – 50 persen. Karenanya, susu kental manis bukan lagi termasuk kategori minuman bergizi.
Penelitian bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama PP Aisyiyah yang dilakukan di 3 provinsi dengan prevalensi kekerdilan (stunting) tinggi di Indonesia, yaitu Aceh, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara pada periode Agustus – Oktober 2019 menemukan bahwa susu kental manis berdampak langsung pada gizi buruk pada anak.
Menurut Yayan, anggapan susu kental manis sebagai pengganti ASI merupakan persepsi yang sangat salah.
Yayan melihat bahwa selama bertahun-tahun ada penyesatan informasi dari para produsen terhadap masyarakat karena itu persepsi masyarakat tentang susu kental manis yang selama ini menganggap memiliki kandungan gizi tinggi harus diluruskan.
Sementara itu Rian Anggraeni dari Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes mengatakan bahwa susu kental manis tidak cocok untuk anak di bawah usia 3 tahun yang masih membutuhkan lemak dan protein tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan.
“Dari pemerintah sudah banyak sekali melakukan edukasi tentang pentingnya 1000 hari pertama kehidupan. Termasuk edukasi pola asupan makanan dan minuman yang bergizi untuk ibu dan balita. Sebaiknya memang batas usia dilarang konsumsi krimer mulai bayi sampai usia 3 tahun,” kata Yayan.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 35,9 persen responden memberikan minuman susu kental manis/krimer kental manis kepada anaknya setiap hari.
Dengan kata lain, 3 dari 10 anak responden setiap hari minum susu kental manis/krimer kental manis. Adapun responden adalah ibu dengan anak usia berusia 0-59 bulan (0 – 5 tahun).
Total responden berjumlah 2.096, tersebar di 9 kota/kabupaten di tiga provinsi, yakni Aceh, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara dengan jumlah responden di masing-masing kota/kabupaten 214-240 orang ibu.
Dari 35,9 persen responden ibu tersebut, sebanyak 22 persen responden memberikan minuman susu kental manis/krimer kental manis dengan porsi 1 gelas. Terdapat 4 persen responden yang memberikannya lebih dari 1 gelas.
Sedangkan dalam takaran pemberian susu kental manis/krimer kental manis, sebanyak 26 persen responden memberikan dengan takaran lebih dari 3 sendok makan dalam 1 gelas. Hanya 13 persen responden yang memberikan dengan takaran kurang dari 3 sendok makan.
Fakta ini sangat mengkhawatirkan karena menunjukkan bahwa ketergantungan anak- anak terhadap minuman susu kental manis/ krimer kental manis sangat tinggi.
Fakta lain yang tak kalah mengejutkan, bahwa sebanyak 37 persen responden masih beranggapan susu kental manis/krimer kental manis adalah susu.
Dengan kata lain, menunjukkan bahwa 1 dari 3 ibu di 3 provinsi tersebut percaya susu kental manis/krimer kental manis adalah produk minuman yang menyehatkan anak.
By : Juned