Pertamina Himbau Masyarakat Gunakan Gas Elpiji Sesuai Peruntukan
Bandar Lampung l lingkarkonsumen.com - PT Pertamina (Persero) mengimbau masyarakat untuk menggunakan elpiji sesuai dengan peruntukan, baik di sektor usaha maupun rumah tangga. Hal ini untuk mendukung pemenuhan elpiji agar tepat sasaran.
Sales Executive LPG II Lampung, Muhajir Kahuripan, mengatakan, untuk hal tersebut, PT Pertamina (Persero) telah menggandeng pemerintah daerah (Pemerintah Provinsi Lampung) dan stakeholder terkait untuk melakukan roadshow untuk mengedukasi masyarakat terkait penggunakan gas elpiji yang sesuai.
Sales Executive LPG II Lampung, Muhajir Kahuripan, mengatakan, untuk hal tersebut, PT Pertamina (Persero) telah menggandeng pemerintah daerah (Pemerintah Provinsi Lampung) dan stakeholder terkait untuk melakukan roadshow untuk mengedukasi masyarakat terkait penggunakan gas elpiji yang sesuai.
"Untuk di Bandar Lampung sendiri sejauh ini roadshow sudah dilakukan di 15 kecamatan untuk mengedukasi masyarakat.
Beberapa kabupaten/kota seperti Bandar Lampung, Metro dan Tulang Bawang juga sudah menindaklanjuti dengan mengeluarkan surat edaran bahwa selain Kelompok Rumah Tangga Tidak Mampu dan Usaha Mikro untuk tidak menggunakan gas 3kg," jelasnya pada Tribun, Jumat (16/11).
Usaha Mikro yang dimaksud adalah usaha dengan omzet di bawah Rp 800 ribu per hari.
Sama halnya dengan sektor usaha, lanjut Muhajir, di sektor rumah tangga, masyarakat yang tergolong mampu juga diimbau untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang berhak menggunakan gas elpiji 3 kg.
Memfasilitasi masyarakat untuk beralih dari menggunakan gas elpiji 3 kg menjadi gas elpiji non-subsidi, Pertamina menggulirkan program penukaran tabung.
Masyarakat bisa menukar 2 tabung elpiji 3 kg kosong dan membayar Rp 72.500 dengan tabung Bright Gas 5,5 kg beserta isi, dikutip dari Tribun.
Penukaran ini bisa dilakukan di SPBU, pangkalan elpiji terdekat atau dengan menghubungj call center 1 500 000.
Sampai Oktober 2018, Pertamina telah menyalurkan 151.857 MT gas elpiji 3 kg, sementara khusus bulan November mencapai 14.002 MT.
Penyaluran gas elpiji 3kg paling banyak ke wilayah Kota Bandar Lampung menyusul kemudian Lampung Selatan dan Lampung Tengah.
Selama tiga tahun terakhir, secara umum, penyaluran gas elpiji 3 kg tumbuh sesuai dengan kuota yang diberikan pemerintah.
Sedangkan penyaluran produk non-subsidi rata-rata per bulan mencapai 1.036 MT mencakup semua kategori (5,5 kg, 12 kg dan 50 kg).
"Untuk non-subsidi berapa pun kebutuhan di masyarakat, Pertamina siap. Pertamina juga terus berupaya meningkatkan penyaluran produk non-subsidi kepada masyarakat," imbuh dia.
Pengguna gas melon lainnya yakni Fe, karyawan di perusahaan swasta di Bandar Lampung. Pria yang sehari-hari bekerja menggunakan mobil Xpander ini mengaku masih menggunakan gas 3 kg karena sesuai dengan kebutuhannya.
"Karena nggak terlalu sering masak, paling pagi siapin sarapan buat anak, makan siang di luar kalau sore cuma masak sayur sedikit atau beli. Masak agak banyak cuma Sabtu dan Minggu," jelasnya, Kamis (15/11).
Fe mengaku sejak pertama menggunakan gas sudah menggunakan tabung ukuran 3 kg. Menurut dia, biasanya penggunaan gas 3 kg bisa bertahan sampai satu bulan.
Apakah tak berniat ganti pakai gas nonsubsidi? "Iya, nanti ganti pelan-pelan, nggak pakai gas 3 kg lagi. Tunggu yang ada ini habis," ujarnya.
Dunia Usaha
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lampung, Subadra Yani, mengatakan, tak sedikit oknum pelaku usaha menggunakan gas 3 kg.
Kondisi ini turut memicu kelangkaan gas 3 kg di pasaran. Dampaknya pun merembet kepada masyarakat kurang mampu.
Subada mengungkapkan, Pemprov Lampung akan membahas mengenai permasalahan gas 3 kg ini pada 27 November mendatang.
"Dari Pemprov memang ada undangan untuk membahas mengenai gas ini. Karena, kelangkaan bukan karena dikonsumsi kalangan atas. Kalau dikonsumsi menengah ke atas tidak menyebabkan hilang di pasaran. Yang jadi masalah adalah dimanfaatkan dunia usaha," ujarnya.
Menurut dia, penggunaan gas 3 kg untuk rumah tangga kalangan menengah ke atas masih terbatas. Di sisi lain terjadi kelangkaan gas melon di masyarakat.
"YLKI akan tanyakan mengenai jatah dan pendistribusiannya, serta pengawasannya. Harga eceran tertinggi ditetapkan Rp 16.500, tapi nyatanya masyarakat beli Rp 22 ribu," paparnya.
Beberapa kabupaten/kota seperti Bandar Lampung, Metro dan Tulang Bawang juga sudah menindaklanjuti dengan mengeluarkan surat edaran bahwa selain Kelompok Rumah Tangga Tidak Mampu dan Usaha Mikro untuk tidak menggunakan gas 3kg," jelasnya pada Tribun, Jumat (16/11).
Usaha Mikro yang dimaksud adalah usaha dengan omzet di bawah Rp 800 ribu per hari.
Sama halnya dengan sektor usaha, lanjut Muhajir, di sektor rumah tangga, masyarakat yang tergolong mampu juga diimbau untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang berhak menggunakan gas elpiji 3 kg.
Memfasilitasi masyarakat untuk beralih dari menggunakan gas elpiji 3 kg menjadi gas elpiji non-subsidi, Pertamina menggulirkan program penukaran tabung.
Masyarakat bisa menukar 2 tabung elpiji 3 kg kosong dan membayar Rp 72.500 dengan tabung Bright Gas 5,5 kg beserta isi, dikutip dari Tribun.
Penukaran ini bisa dilakukan di SPBU, pangkalan elpiji terdekat atau dengan menghubungj call center 1 500 000.
Sampai Oktober 2018, Pertamina telah menyalurkan 151.857 MT gas elpiji 3 kg, sementara khusus bulan November mencapai 14.002 MT.
Penyaluran gas elpiji 3kg paling banyak ke wilayah Kota Bandar Lampung menyusul kemudian Lampung Selatan dan Lampung Tengah.
Selama tiga tahun terakhir, secara umum, penyaluran gas elpiji 3 kg tumbuh sesuai dengan kuota yang diberikan pemerintah.
Sedangkan penyaluran produk non-subsidi rata-rata per bulan mencapai 1.036 MT mencakup semua kategori (5,5 kg, 12 kg dan 50 kg).
"Untuk non-subsidi berapa pun kebutuhan di masyarakat, Pertamina siap. Pertamina juga terus berupaya meningkatkan penyaluran produk non-subsidi kepada masyarakat," imbuh dia.
Pengguna gas melon lainnya yakni Fe, karyawan di perusahaan swasta di Bandar Lampung. Pria yang sehari-hari bekerja menggunakan mobil Xpander ini mengaku masih menggunakan gas 3 kg karena sesuai dengan kebutuhannya.
"Karena nggak terlalu sering masak, paling pagi siapin sarapan buat anak, makan siang di luar kalau sore cuma masak sayur sedikit atau beli. Masak agak banyak cuma Sabtu dan Minggu," jelasnya, Kamis (15/11).
Fe mengaku sejak pertama menggunakan gas sudah menggunakan tabung ukuran 3 kg. Menurut dia, biasanya penggunaan gas 3 kg bisa bertahan sampai satu bulan.
Apakah tak berniat ganti pakai gas nonsubsidi? "Iya, nanti ganti pelan-pelan, nggak pakai gas 3 kg lagi. Tunggu yang ada ini habis," ujarnya.
Dunia Usaha
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Lampung, Subadra Yani, mengatakan, tak sedikit oknum pelaku usaha menggunakan gas 3 kg.
Kondisi ini turut memicu kelangkaan gas 3 kg di pasaran. Dampaknya pun merembet kepada masyarakat kurang mampu.
Subada mengungkapkan, Pemprov Lampung akan membahas mengenai permasalahan gas 3 kg ini pada 27 November mendatang.
"Dari Pemprov memang ada undangan untuk membahas mengenai gas ini. Karena, kelangkaan bukan karena dikonsumsi kalangan atas. Kalau dikonsumsi menengah ke atas tidak menyebabkan hilang di pasaran. Yang jadi masalah adalah dimanfaatkan dunia usaha," ujarnya.
Menurut dia, penggunaan gas 3 kg untuk rumah tangga kalangan menengah ke atas masih terbatas. Di sisi lain terjadi kelangkaan gas melon di masyarakat.
"YLKI akan tanyakan mengenai jatah dan pendistribusiannya, serta pengawasannya. Harga eceran tertinggi ditetapkan Rp 16.500, tapi nyatanya masyarakat beli Rp 22 ribu," paparnya.
By : Djunaedy