Gas Subsidi 3kg Cepat Habis Karena Dijual Kepengecer, Ini Penjelasan Pemerintah
Hal serupa terjadi pada pangkalan gas subsidi 3kg yang ada di Karawang, photo ini terjadi di Karawang mobil truk agent mengover gas ke mobil picup terjadi didepan pangkalan (dok/lk) |
Muara Bulian l lingkarkonsumen.com - Pasokan gas yang cepat habis dipangkalan, membuat warga Sridadi Kecamatan Muara Bulian Kabupaten Batanghari, kesulitan mendapatkan gas melon tersebut.
Terkait hal ini, Dinas Koperasi Industru dan Perdagangan (Koperindag) Batanghari, mengatakan, cepat habisnya gas meskipun baru masuk ke agen kepangkalan, dikarenakan beberapa faktor.
Terkait hal ini, Dinas Koperasi Industru dan Perdagangan (Koperindag) Batanghari, mengatakan, cepat habisnya gas meskipun baru masuk ke agen kepangkalan, dikarenakan beberapa faktor.
Kabid Perdagangan Dinas Koperindag Batanghari, Suparno mengatakan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab gas LPG 3 Kg cepat habis dipangkalan, diantaranya banyak pangkalan yang langsung mendistribusikan gas tersebut ke pengecer.
"Biasanya pangkalan tersebut langsung menghubungi pihak pengecer yang mengambil gas ke mereka, ketika gas di pangkalan tiba. Itulah yang membuat gas cepat kosong," bilang Suparno.
Hal tersebut kata Suparno, dikarenakan adanya perputaran ekonomi semakin cepat habis maka akan semakin baik bagi mereka. Karena konsekuensi bagi pangkalan jika gas terlalu lama dipangkalan dapat berpengaruh kepada gas itu sendiri. Sehingga dalam waktu 2x 24 jam gas tersebut harus abis.
Menyikapi itu, pemerintah kabupaten melalui (Koperindag), dalam rapat bersama sebelumnnya yang dilakukan pada Agustus lalu, menyampaikan usulan bagi pangkalan untuk mendata pengecer tempat mereka distribusikan.
Misalnya pangkalan A satu minggunya bekerja sama dengan 10 pengecer dan 10 pengecer tadi harus ada perjanjian kontrak.
Menyikapi itu, pemerintah kabupaten melalui (Koperindag), dalam rapat bersama sebelumnnya yang dilakukan pada Agustus lalu, menyampaikan usulan bagi pangkalan untuk mendata pengecer tempat mereka distribusikan.
Misalnya pangkalan A satu minggunya bekerja sama dengan 10 pengecer dan 10 pengecer tadi harus ada perjanjian kontrak.
"Dengan adanya perjanjian demikian, gas yang beredar dipengecer tadi menjadi jelas. Jadi, satu pangkalan hanya melayani 10 pengecer saja. Sehingga gas tidak lari ke daerah atau wilayah lain," papar Suparno.
Lebih lanjut dikatakan Suparno, di Batanghari ada empat agen. Namun baru satu agen yang merespon, yaitu PT Faris Utama yang sudah membentuk asosisasi bersama pangkalan 3 Kg di beberapa kecamatan. Termasuk terkait usulan Koperindag, bagi para agen mereka sepakat menerima.
Lebih lanjut dikatakan Suparno, di Batanghari ada empat agen. Namun baru satu agen yang merespon, yaitu PT Faris Utama yang sudah membentuk asosisasi bersama pangkalan 3 Kg di beberapa kecamatan. Termasuk terkait usulan Koperindag, bagi para agen mereka sepakat menerima.
"Dalam penjulan di pengecer, juga tidak boleh jauh tinggi, paling tinggi Rp 2000 dari harga HET. Perbedaan harga tersebut berdasarkan lokasi dan kondisi jarak pengecer itu sendiri," tuturnya.
Selain itu, Operasi Pasar yang dilakukan banyak tidak sempurna sesuai harapan. Oleh karenanya, kurangnya koordinasi antara agen (penggelar OP) dengan pemerintah daerah. Sehingga, saat OP dilakukan, banyak tidak sukses dari pembelii dan terpaksa dibuang ke pangkalan lagi.
Selain itu, Operasi Pasar yang dilakukan banyak tidak sempurna sesuai harapan. Oleh karenanya, kurangnya koordinasi antara agen (penggelar OP) dengan pemerintah daerah. Sehingga, saat OP dilakukan, banyak tidak sukses dari pembelii dan terpaksa dibuang ke pangkalan lagi.
"Bagaimana mau habis, warga sudah beli di pangkalan baru ada OP. Seharusnya, agen koordinasi dulu dengan pemda biar dikoordinasikan ke warga. Sehingga warga bisa menahan untuk membeli gas dan menunggu OP dilakukan," jelas Suparno.
By : Iman S.
Sumber : Tribunjambi.com