Raker ll BPSK Jabar Hasilkan, Konsumen Jasa Keuangan Bebas Memilih Penyelesaian Sengketa
Ketua
Perhimpunan BPSK Jawa Barat Dr. Firman Turmantara Endipraja, SH. S.Sos. M.Hum tampak sedang memberikan plakat pada narasumber FGD (dok/LK)
Lebih
lanjut beliu mengatakan, karena Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8
tahun 1999 (UUPK 8/99) yang didalamnya mengatur tentang BPSK bukan sebagai
Undang-undang payung sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan UUPK, tapi sebagai undang-undang umum ( Lex
Generalis ) sehingga BPSK yang diamanatkan UUPK tidak lagi dapat menangani
sengketa konsumen jasa keuangan karena dikesampingkan oleh LAPS bentukan UU
OJK.
Dimana
Isu ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi BPSK jangan-jagan hal ini menjadi
preseden dimana undang-undang lain juga akan mengesampingkan UUPK yang mengatur
BPSK, ungkapnya.
Dari
sekian banyak masalah yang dihadapi BPSK, isu inilah yang serius dan cukup
mengganggu serta menjadikan keraguan BPSK dalam menangani kasus-kasus sengketa
konsumen jasa keuangan.
Bahkan
Isu ini telah menimbulkan perbedaan pendapat diantara anggota BPSK dan
menimbulkan konflik internal, karena ada anggota BPSK yang berpendapat tetap
bisa menangani sengketa konsumen jasa keuangan dan ada yang berpendapat
sebaliknya, hal ini menjadi kontraproduktif bagi BPSK itu sendiri. Ironisnya
nyaris tidak ada pihak yang peduli terhadap kondisi BPSK seperti ini seolah
mendiamkan BPSK dalam kebingungan.
Untuk
itu Perhimpunan BPSK Jawa Barat mengambil inisiatif untuk mencari tahu lebih
lanjut tentang masalah ini dengan mengundang para pakar hukum perlindungan
konsumen baik akademisi maupun para pegiat perlindungan konsumen bertaraf
nasional untuk duduk bersama urun rembuk membicarakan tentang kewenangan
menangani sengketa konsumen jasa keuangan.
Dari
kesimpulan Focus Group Discussion/FGD yang diadakan pada tanggal 24 Agustus
2018. Dimana FGD merupakan mata rantai dari kegiatan Rapat Kerja ke II Perhimpunan
BPSK Jawa Barat yang diadakan selama 3 hari (23, 24, 25 Agustus 2018) di
Bandung, dihadiri oleh semua BPSK Jawa Barat.
FGD
ini sendiri mengambil tema "Polemik
Tugas BPSK Dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Sektor Jasa Keuangan Menurut
Asas Lex Specialis Derogat Legi Generale Versus Asas Umbrella Act Menurut Perspektif Demokrasi Ekonomi (Ekonomi
Kerakyatan).
Hadir
pada acara Focus Group Discussion wakil ketua BPKN RI dan beberapa Hakim
Tinggi, sebagai narasumber adalah : 1. Hakim Agung Soltoni Mohdally, SH, MH
(Ketua Kamar Perdata MA.), 2. Dr.
Inosentius Samsul, S.H., M.H. (Kepala Pusat Penelitian Badan Keahlian &
Perancangan UU DPR RI), 3. Prof. Dr.Tarsisius Murwadji, S.H.,M.H. (Dosen FH
UNPAD), 4. Prof. Dr. Yohannes Gunawan, S.H.,LL.M. (Dosen FH UNPAR), 5. Wisnu Haryo Samudro, SE. (Perwakilan
Kementerian Perdagangan.)
BPSK
sangat kental dengan nuansa Demokrasi Ekonomi (Ekonomi Kerakyatan). Dengan kata
lain BPSK adalah representasi ekonomi kerakyatan, betapa tidak, penyelesaian
sengketa di BPSK cepat, sederhana, biaya ringan (gratis), diutamakan musyawarah
mufakat ( win-win solution/mengadung nilai-nilai Pancasila), keberadaannya di
kabupaten/kota (dekat dengan konsumen pencari keadilan) sehingga lebih banyak
konsumen jasa keuangan yang menyelesaikan sengketanya ke BPSK daripada ke LAPS.
Sudah
ratusan bahkan ribuan perkara atau sengketa konsumen ditangani termasuk
konsumen sektor jasa keuangan sejak taun 2001 ditangani oleh BPSK. Tentunya
prestasi ini tdk bisa begitu saja diabaikan, terutama dalam mengurangi masuknya
perkara ke badan peradilan, papar Dr. Firman.
By : Eddy Djunaedy