Waspadai Efek Gerhana Bulan Total
Jakarta l lingkarkonsumen.com - Fenomena gerhana bulan total akan terjadi besok, Sabtu (28/2018) dini hari, dan bisa dilihat dari Indonesia. Di tengah euforia masyarakat menyambut gerhana bulan ini, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengimbau agar tetap waspada terhadap efek yang ditimbulkan.
Peneliti LAPAN, Thomas Djamaluddin, mengimbau masyarakat untuk mewaspadai efek gabungan gelombang tinggi laut dengan pasang maksimum saat purnama dan gerhana bulan.
Angin dari selatan-tenggara masih cukup kencang sekitar 30 km/jam, menyebabkan gelombang laut lebih dari 3 meter di samudera Hindia yang mengarah pantai selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat, serta pantai barat Sumatera.
Sementara purnama, khususnya sekitar waktu gerhana bulan, gaya pasang surut (pasut) bulan diperkuat gaya pasut matahari.
"Akibatnya pasang air laut menjadi maksimum. Efek gabungan gelombang tinggi dan pasang maksimum bisa menyebabkan banjir pasang (rob) melimpas ke daratan yang lebih jauh," jelas Thomas seperti dikutip tim Tekno Liputan6.com dari akun Facebook resminya, Jumat (27/7/2018).
Dijelaskannya, gerhana bulan total pada saat punama terjauh (media menyebutnya micro-moon) akan terjadi pada dini hari, Sabtu (28/7/2018) di langit barat.
Fase gerhana sebagian mulai pukul 01.24 sampai pukul 05.19 WIB (untuk WITA dan WIT menyesuaikan). Pada rentang waktu tersebut disunnahkan shalat gerhana bulan.
Fase total terjadi pada pukul 02.30-04.13 WIB, terlama di abad ini. Pada saat gerhana bulan total, bulan berwarna merah darah sehingga disebut blood-moon.
Warna merah darah itu disebabkan pembiasan cahaya matahari oleh atmosfer bumi, sehingga warna merah cahaya matahari yang menimpa purnama.
"Maka media sering menyebut fenomena akhir Juli ini sebagai micro-blood-moon. Gerhana saat ini menjadi yang terpanjang pada abad ini, karena lintasannya dekat dengan garis tengah lingkaran bayangan bumi dan jarak bulan terjauh dari bumi. Dengan dua fator itulah, purnama berada dalam kegelapan bayangan bumi lebih lama daripada gerhana bulan pada umumnya," ungkap profesor riset astronomi astrofisika LAPAN tersebut.
Peneliti LAPAN, Thomas Djamaluddin, mengimbau masyarakat untuk mewaspadai efek gabungan gelombang tinggi laut dengan pasang maksimum saat purnama dan gerhana bulan.
Angin dari selatan-tenggara masih cukup kencang sekitar 30 km/jam, menyebabkan gelombang laut lebih dari 3 meter di samudera Hindia yang mengarah pantai selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat, serta pantai barat Sumatera.
Sementara purnama, khususnya sekitar waktu gerhana bulan, gaya pasang surut (pasut) bulan diperkuat gaya pasut matahari.
"Akibatnya pasang air laut menjadi maksimum. Efek gabungan gelombang tinggi dan pasang maksimum bisa menyebabkan banjir pasang (rob) melimpas ke daratan yang lebih jauh," jelas Thomas seperti dikutip tim Tekno Liputan6.com dari akun Facebook resminya, Jumat (27/7/2018).
Dijelaskannya, gerhana bulan total pada saat punama terjauh (media menyebutnya micro-moon) akan terjadi pada dini hari, Sabtu (28/7/2018) di langit barat.
Fase gerhana sebagian mulai pukul 01.24 sampai pukul 05.19 WIB (untuk WITA dan WIT menyesuaikan). Pada rentang waktu tersebut disunnahkan shalat gerhana bulan.
Fase total terjadi pada pukul 02.30-04.13 WIB, terlama di abad ini. Pada saat gerhana bulan total, bulan berwarna merah darah sehingga disebut blood-moon.
Warna merah darah itu disebabkan pembiasan cahaya matahari oleh atmosfer bumi, sehingga warna merah cahaya matahari yang menimpa purnama.
"Maka media sering menyebut fenomena akhir Juli ini sebagai micro-blood-moon. Gerhana saat ini menjadi yang terpanjang pada abad ini, karena lintasannya dekat dengan garis tengah lingkaran bayangan bumi dan jarak bulan terjauh dari bumi. Dengan dua fator itulah, purnama berada dalam kegelapan bayangan bumi lebih lama daripada gerhana bulan pada umumnya," ungkap profesor riset astronomi astrofisika LAPAN tersebut.
By : Djunaedy