Tidak Ada Penambahan Kuota, Subsidi Solar Rp 2.500 per liter
Ilutrasi |
Jakarta l lingkarkonsumen.com
- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
mengusulkan subsidi solar tahun depan dibatasi maksimal Rp 2.500 per liter.
Meski subsidi naik, konsumsi solar bersubsidi pada tahun depan diproyeksikan
sama dengan outlook tahun ini, yakni 14,5 juta kiloliter (KL).Usulan ini dengan
asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) US$ 65 per
barel.
Menteri ESDM Ignasius Jonan menuturkan, hasil rapat
kerja pada 5 Juni lalu menyapakati asumsi ICP tahun depan di kisaran US$ 60-70
per barel. Namun, mengacu pada tren harga minyak WTI di kisaran US$ 60-63 per
barel, pihaknya mengusulkan agar ICP ditetapkan sebesar US$ 65 per barel agar
tidak meleset terlalu jauh.
Dengan asumsi harga minyak tersebut, lanjutnya,
subsidi solar diusulkan sekitar Rp 1.500-2.000 per liter. “Tetapi kami usul
dikasih ceiling per liternya Rp 2.500 maksimum,” kata dia dalam rapat kerja
dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Kamis(19/7).
Namun, lanjutnya, bukan berarti subsidi solar dipatok Rp 2.500 per liter. Besaran subsidi solar yang diberikan akan mengikuti realisasi harga minyak, dengan batas maksimal Rp 2.500 per liter. “Tergantung harga minyak dunia, tetapi tidak harus Rp 2.500 per liter, kalau harga turun bisa kurang dari itu,” ujarnya.
Usulan batas atas subsidi itu jauh lebih besar dari
besaran subsidi yang diberikan saat ini sebesar Rp 500 per liter. Pada tahun
ini, tutur Jonan, pemerintah juga berencana menambah subsidi solar. Pasalnya,
pemerintah menjamin harga solar bersubsidi tidak akan naik sampai akhir tahun,
namun tetap memperhatikan kondisi keuangan badan usaha.
Subsidi solar diubah menjadi Rp 2.000 per liter.
Tambahan subsidi mengacu pada kenaikan ICP yang hingga Juni lalu telah mencapai
US$ 66,55 per barel. “Subsidi harga (solar), idealnya ya menjadi Rp 2.000 per
liter, itu sudah plus marjin. Kalau pakai (subsidi) Rp 500 per liter dengan ICP
US$ 66 per barel, itu enggak bisa,” kata Jonan.
Tambahan subsidi disebutnya tidak akan mengganggu
keuangan negara. Pasalnya, realisasi ICP hingga Juni lalu 30% lebih tinggi dari
asumsi awal US$ 48 per barel. Sehingga, pemerintah mendapat tambahan pendapatan
akibat perbedaan harga minyak (wind fall profit). “Ini yang akan dipakai untuk
subsidi,” ujarnya.
Jonan mengakui, harga BBM bersubsidi dipatok tetap
hingga akhir tahun ini berdampak pada keuangan Pertamina. Tetapi kebijakan
tersebut diperlukan lantaran kondisi daya beli masyarakat saat ini. Sebagai
gantinya, pemerintah memberikan pengelolaan Blok Mahakam dan 10 blok migas
terminasi lainnya kepada Pertamina.
“Tambahan nett cash flow setelah split dan cost
recovery dari Blok Mahakam US$ 600 juta. Pemerintah juga tugaskan Pertamina kelola
Blok ONWJ dan 10 blok migas lain. Sehingga diharapkan tambahan pendapatan dari
hulu bisa tutup defisit di hilir,” jelasnya.
Direktur Keuangan Pertamina Arif Budiman menuturkan, adanya tambahan subsidi solar tahun ini bakal membantu keuangan Pertamina. “Tentunya membantu dan juga sinyal positif bahwa Pertamina juga tetap dibantu dalam menjalankan penugasan untuk menjaga daya beli masyarakat,” tutur dia.
By : Iman S
Sumber: Investor Daily