Dedi Mulyadi: PPDB Salah Kaprah Banyak Orang Tua Murid Jadi Miskin
Purwakarta l lingkarkonsumen.com - Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi menilai kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berdasarkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) sudah salah kaprah.?
"Kebijakan kuota 20 persen untuk calon siswa yang menggunakan SKTM ini membuat banyak orang tua siswa mendadak miskin," katanya di Purwakarta, Rabu.
Orang tua calon siswa berbondong-bondong ke kantor desa atau kantor kelurahan setempat untuk mendapatkan SKTM pada musim penerimaan penerimaan siswa baru tahun ini.
Kenapa dikatakan salah kaprah, karena hakikatnya pendidikan tidak mengenal masyarakat dari golongan kaya atau kaum miskin.
Saya hanya memahami pendidikan itu untuk seluruh rakyat, tidak peduli kaya miskin. Semua orang harus sekolah, karena judulnya `wajib`. Karena wajib, maka tugas pemerintah wajib mempersiapkan berbagai fasilitas pendidikan, jelasnya.
Dedi mengajak semua pihak untuk tidak menggunakan terminologi kaya atau miskin dalam dunia pendidikan.
Istilah tersebut hanya pantas digunakan oleh stakeholder kependudukan dan sosial. Itu pun dalam rangka pengentasan kemiskinan, bukan bidang pendidikan.
Indikator kemiskinan itu kan bukan SKTM. Dinas Kependudukan dan Dinas Sosial itu memiliki indikator itu. Ada standarnya untuk pengentasan kemiskinan. Kalau untuk mendapatkan pendidikan tidak perlu ada SKTM, terangnya.
"Kebijakan kuota 20 persen untuk calon siswa yang menggunakan SKTM ini membuat banyak orang tua siswa mendadak miskin," katanya di Purwakarta, Rabu.
Orang tua calon siswa berbondong-bondong ke kantor desa atau kantor kelurahan setempat untuk mendapatkan SKTM pada musim penerimaan penerimaan siswa baru tahun ini.
Kenapa dikatakan salah kaprah, karena hakikatnya pendidikan tidak mengenal masyarakat dari golongan kaya atau kaum miskin.
Saya hanya memahami pendidikan itu untuk seluruh rakyat, tidak peduli kaya miskin. Semua orang harus sekolah, karena judulnya `wajib`. Karena wajib, maka tugas pemerintah wajib mempersiapkan berbagai fasilitas pendidikan, jelasnya.
Dedi mengajak semua pihak untuk tidak menggunakan terminologi kaya atau miskin dalam dunia pendidikan.
Istilah tersebut hanya pantas digunakan oleh stakeholder kependudukan dan sosial. Itu pun dalam rangka pengentasan kemiskinan, bukan bidang pendidikan.
Indikator kemiskinan itu kan bukan SKTM. Dinas Kependudukan dan Dinas Sosial itu memiliki indikator itu. Ada standarnya untuk pengentasan kemiskinan. Kalau untuk mendapatkan pendidikan tidak perlu ada SKTM, terangnya.
By : Victor
Sumber : Antara