Sekjen PDIP Curiga Penangkapan Kadernya Oleh KPK Politis
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto (viva) |
Jakarta l lingkarkonsumen. com - Sekretaris Jenderal DPP Partai PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto angkat bicara tentang banyaknya kasus operasi tangkap tangan (OTT) kepala daerah yang akhir-akhir ini menyasar sejumlah kadernya.
Hal itu menyikapi kasus terakhir yaitu, berkembangnya opini di sejumlah media massa yang menyebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi telah melakukan operasi tangkap tangan terhadap Wali Kota Blitar Samanhudi dan calon Bupati Tulungagung Sahri Mulyo pada Kamis, 7 Juni 2018 lalu.
"Saat ini saya sedang berada di Kota Blitar dan Tulungagung. Banyak yang bertanya, apakah OTT ini murni upaya pemberantasan hukum, atau sebaliknya, ada kepentingan politik yang memengaruhinya?" kata Hasto Kristiyanto melalui keterangannya, Senin, 11 Juni 2018.
Ia menambahkan, penangkapan keduanya terkesan sangat politis. Menurut Hasto, ada kemungkinan penangkapan ditujukan kepada calon kepala daerah atau kepala daerah yang memang memiliki elektabilitas tertinggi di daerah itu dan mengakar.
"Samanhudi misalnya, terpilih kedua kalinya dengan suara lebih dari 92 persen. Dan Sahri Mulyo calon Bupati terkuat di Tulungagung," ujarnya.
Kejanggalan berikutnya, lanjut Hasto, kedua kader PDI Perjuangan itu sebenarnya tidak kena OTT secara langsung. Namun, di saat yang bersamaan beberapa media online tertentu di Jakarta dalam waktu yang sangat singkat memberitakan OTT kedua orang tersebut.
"Seakan menggambarkan bahwa keduanya sudah menjadi target dan memang harus ditangkap, baik melalui OTT langsung maupun tidak langsung," katanya.
"Dan faktanya, yang ditangkap di Kota Blitar adalah seorang penjahit, dan bukan pejabat negara. Lalu di Kabupaten Tulungagung seorang kepala dinas dan perantara, bukan Sahri Mulyo. Kesemuanya lalu dikembangkan bahwa hal tersebut sebagai OTT terhadap Samanhudi dan Sahri Mulyo. Ada apa di balik ini?" tuturnya.
Pada dasarnya, lanjut Hasto, PDI Perjuangan mendukung sepenuhnya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Bukti dukungan itu diikuti dengan sikap tegas partai yang langsung memberikan sanksi maksimum bagi para kadernya yang terjerat korupsi.
"Namun pertanyaannya, apakah OTT tersebut tidak dipengaruhi oleh kontestasi pilkada? Siapa yang bisa memastikan hal ini bahwa segala sesuatunya dilakukan secara proper dan sesuai mekanisme hukum yang jujur dan berkeadilan?" ujar Hasto.
"Sebab di masa lalu, ada oknum KPK yang tidak bisa melepaskan diri dari kepentingan di luarnya, misal terkait dengan pencoretan bakal calon menteri yang dilakukan tidak sesuai prosedur dan tampak ada vested interest. Demikian halnya terhadap kebocoran sprindik Anas Urbaningrum, misalnya," Hasto menambahkan.
Hal itu menyikapi kasus terakhir yaitu, berkembangnya opini di sejumlah media massa yang menyebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi telah melakukan operasi tangkap tangan terhadap Wali Kota Blitar Samanhudi dan calon Bupati Tulungagung Sahri Mulyo pada Kamis, 7 Juni 2018 lalu.
"Saat ini saya sedang berada di Kota Blitar dan Tulungagung. Banyak yang bertanya, apakah OTT ini murni upaya pemberantasan hukum, atau sebaliknya, ada kepentingan politik yang memengaruhinya?" kata Hasto Kristiyanto melalui keterangannya, Senin, 11 Juni 2018.
Ia menambahkan, penangkapan keduanya terkesan sangat politis. Menurut Hasto, ada kemungkinan penangkapan ditujukan kepada calon kepala daerah atau kepala daerah yang memang memiliki elektabilitas tertinggi di daerah itu dan mengakar.
"Samanhudi misalnya, terpilih kedua kalinya dengan suara lebih dari 92 persen. Dan Sahri Mulyo calon Bupati terkuat di Tulungagung," ujarnya.
Kejanggalan berikutnya, lanjut Hasto, kedua kader PDI Perjuangan itu sebenarnya tidak kena OTT secara langsung. Namun, di saat yang bersamaan beberapa media online tertentu di Jakarta dalam waktu yang sangat singkat memberitakan OTT kedua orang tersebut.
"Seakan menggambarkan bahwa keduanya sudah menjadi target dan memang harus ditangkap, baik melalui OTT langsung maupun tidak langsung," katanya.
"Dan faktanya, yang ditangkap di Kota Blitar adalah seorang penjahit, dan bukan pejabat negara. Lalu di Kabupaten Tulungagung seorang kepala dinas dan perantara, bukan Sahri Mulyo. Kesemuanya lalu dikembangkan bahwa hal tersebut sebagai OTT terhadap Samanhudi dan Sahri Mulyo. Ada apa di balik ini?" tuturnya.
Pada dasarnya, lanjut Hasto, PDI Perjuangan mendukung sepenuhnya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Bukti dukungan itu diikuti dengan sikap tegas partai yang langsung memberikan sanksi maksimum bagi para kadernya yang terjerat korupsi.
"Namun pertanyaannya, apakah OTT tersebut tidak dipengaruhi oleh kontestasi pilkada? Siapa yang bisa memastikan hal ini bahwa segala sesuatunya dilakukan secara proper dan sesuai mekanisme hukum yang jujur dan berkeadilan?" ujar Hasto.
"Sebab di masa lalu, ada oknum KPK yang tidak bisa melepaskan diri dari kepentingan di luarnya, misal terkait dengan pencoretan bakal calon menteri yang dilakukan tidak sesuai prosedur dan tampak ada vested interest. Demikian halnya terhadap kebocoran sprindik Anas Urbaningrum, misalnya," Hasto menambahkan.
By : Victor
Sumber : Viva.co.idmk