Legislator: BPOM Lalai Lakukan Pengawasan Peredaran Obat
Jakarta l lingkarkonsumen.com - Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah lalai dalam mengawasi peredaran obat, menyusul temuan suplemen makanan yang terbukti mengandung DNA babi.
"Hal itu tidak perlu terjadi bila pengawasan dilakukan secara intensif. Kejadian serupa pernah terjadi dalam kasus peredaran mie instan asal Korea beberapa waktu lalu," kata Saleh dihubungi di Jakarta, Kamis.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan perlu dilakukan penyidikan serius terhadap produsen suplemen makanan itu karena merupakan tanggung jawab mereka dalam mengedarkan produk tersebut.
"Jangan sampai ada unsur kesengajaan dalam memproduksi dan mengedarkan produk tersebut. Ini berkaitan dengan perlindungan hak konsumen yang menjadi target pemasaran obat tersebut," tuturnya.
Bila kejadian itu dibiarkan, Saleh khawatir kejadian serupa akan terulang karena tidak ada efek jera.
Karena itu, Saleh meminta pemerintah memastikan semua obat, makanan, dan kosmetik yang beredar aman dikonsumsi dan tidak merugikan hak-hak konsumen.
Sebelumnya, BPOM menyatakan suplemen makanan Viostin DS produksi PT Pharos Indonesia dan Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories terbukti positif mengandung DNA babi.
Dikutip dari laman resmi BPOM, yang mengandung DNA babi adalah produk dengan nomor izin edar NIE POM SD.051523771 dengan nomor bets BN C6K994H untuk Viostin DS dan NIE DBL7214704016A1 nomor bets 16185101 untuk Enzyplex tablet.
BPOM telah menginstruksikan PT. Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories untuk menghentikan produksi dan atau distribusi produk dengan nomor bets tersebut.
Menanggapi instruksi tersebut, PT. Pharos Indonesia telah menarik seluruh produk Viostin DS dengan NIE dan nomor bets tersebut dari pasaran, serta menghentikan produksi produk Viostin DS.
Begitu juga dengan PT Medifarma Laboratories yang telah menarik seluruh produk Enzyplex tablet dengan NIE dan nomor bets tersebut dari pasaran.
"Hal itu tidak perlu terjadi bila pengawasan dilakukan secara intensif. Kejadian serupa pernah terjadi dalam kasus peredaran mie instan asal Korea beberapa waktu lalu," kata Saleh dihubungi di Jakarta, Kamis.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan perlu dilakukan penyidikan serius terhadap produsen suplemen makanan itu karena merupakan tanggung jawab mereka dalam mengedarkan produk tersebut.
"Jangan sampai ada unsur kesengajaan dalam memproduksi dan mengedarkan produk tersebut. Ini berkaitan dengan perlindungan hak konsumen yang menjadi target pemasaran obat tersebut," tuturnya.
Bila kejadian itu dibiarkan, Saleh khawatir kejadian serupa akan terulang karena tidak ada efek jera.
Karena itu, Saleh meminta pemerintah memastikan semua obat, makanan, dan kosmetik yang beredar aman dikonsumsi dan tidak merugikan hak-hak konsumen.
Sebelumnya, BPOM menyatakan suplemen makanan Viostin DS produksi PT Pharos Indonesia dan Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories terbukti positif mengandung DNA babi.
Dikutip dari laman resmi BPOM, yang mengandung DNA babi adalah produk dengan nomor izin edar NIE POM SD.051523771 dengan nomor bets BN C6K994H untuk Viostin DS dan NIE DBL7214704016A1 nomor bets 16185101 untuk Enzyplex tablet.
BPOM telah menginstruksikan PT. Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories untuk menghentikan produksi dan atau distribusi produk dengan nomor bets tersebut.
Menanggapi instruksi tersebut, PT. Pharos Indonesia telah menarik seluruh produk Viostin DS dengan NIE dan nomor bets tersebut dari pasaran, serta menghentikan produksi produk Viostin DS.
Begitu juga dengan PT Medifarma Laboratories yang telah menarik seluruh produk Enzyplex tablet dengan NIE dan nomor bets tersebut dari pasaran.
Sumber : Antara