Tahun 2018 Jumlah Penerima Bansos Menjadi 10 Juta Jiwa
Ilutrasi : Pengrajin Musiman Keluarga Pra Sejahtera (phota Endang/LK) |
Kementerian Sosial berencana menambah jumlah penerima bantuan sosial seiring dengan peningkatan anggaran yang diterima pada 2018 hingga 138 persen daripada 2017.
"Tahun 2018 ada tambahan besar pada anggaran Kemensos hingga Rp21,8 triliun," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Selasa (24/10).
Hal itu dikatakannya usai membuka "Sosialisasi Bantuan Pengembangan Sarana Usaha Melalui E-Warong" di Kota Bekasi, Selasa.
Khofifah mengungkapkan, pada 2018 alokasi anggaran yang diterima Kemsos mencapai Rp 41,3 triliun atau meningkat Rp17,3 triliun dari tahun ini.
Anggaran terbesar pada 2018 akan dikelola oleh Direktorat Penanganan Fakir Miskin yakni sebesar Rp21,8 triliun karena adanya konversi subsidi yang semula berupa beras sejahtera menjadi bantuan sosial.
"Jenis bantuan sosial ini ada dua, yakni bansos rastra juga bansos pangan nontunai. Dengan peningkatan alokasi anggaran yang diterima, tentunya jumlah penerima bantuan pun akan bertambah, dari semula 1,28 juta jiwa pada tahun ini, menjadi 10 juta jiwa pada tahun depan," katanya.
Ada tiga skema pengalokasian Bantuan Pangan Non Tunai (BPAT) tersebut, yakni melalui konsep warung gotong royong elektronik, agen bank, dan rumah pangan kita.
"Jika di lokasi bersangkutan tidak ada agen bank atau rumah pangan kita, maka diisi dengan kehadiran e-warong untuk memperluas layanan bantuan pangan nontunai ini agar target rencana kerja pemerintah tidak meleset," katanya.
Pengalihan anggaran subsidi rastra menjadi BPNT merupakan keputusan strategis pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial di bidang pangan secara lebih komprehensif mengingat keluarga penerima manfaat dapat mengonversikan bantuan pangan dalam bentuk beras, telur, minyak goreng, dan gula. Konversi ini juga bertujuan untuk mengurangi kemungkinan ketidaktepatan waktu, sasaran, kualitas, maupun jumlah bantuan yang diberikan.
Hanya saja, kata Khofifah, pada praktiknya distribusi bantuan di lapangan kerap menemui kendala, salah satunya datang dari pemerintah kota/kabupaten yang menjadi sasaran penyerahan bantuan.
"Sering kali, pemerintah daerah sudah menunjuk lembaga tertentu untuk menyerahkan bantuan kepada warganya. Kalau sudah demikian, begitu pemerintah daerah bersangkutan mengajukan tambahan penerima bantuan, Kementerian Sosial tidak dapat memprosesnya karena belum terjalinnya komunikasi," katanya.
Pihaknya akan mengintensifkan komunikasi kepada pemerintah daerah tersebut demi mengubah pemahaman mereka perihal konversi ini.
"Sistem ini merupakan sesuatu yang revolusional yang butuh perubahan pola pikir agar bisa memahaminya. Sosialisasi harus terus dilakukan hingga munculnya pemahaman," katanya.(ant/*)
By : Victor Edison