THR Tidak Mampu Angkat Daya Beli Konsumen
lingkarkonsumen.com - Momentum Lebaran yang digadang menjadi masa panen peritel di Indonesia ternyata jauh dari harapan. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menyatakan, berdasar data penjualan ritel di Indonesia hingga Mei 2017, penjualan ritel tahun ini di bawah performa.
"Turun sekitar 35 - 40 persen dibandingkan dengan 2016," ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (29/6). Roy menilai daya beli masyarakat kini belum pulih benar.
"Bukan karena persaingan antara ritel dengane commerce tetapi akibat konsumsi masyarakat yang belum pulih atau kembali normal seperti 3 tahun hingga 4 tahun sebelumnya," katanya.
Kini, kebanyakan orang hanya berbelanja hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok. Biasanya, momen Lebaran transaksi yang naik adalah penjualan ritel makanan, minuman, dan pakaian.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Rosan P Roeslani menilai, walau Lebaran ini masyarakat memperoleh THR (Tunjangan Hari Raya), tapi mereka tak membelanjakan sepenuhnya uang itu buat Lebaran.
Rosan mencontohkan, biasanya pertumbuhan permintaan produk makanan dan minuman bisa melonjak hingga 50 persen pada Lebaran tahun lalu, dibanding hari biasa. Namun, pada Lebaran ini, permintaan atas produk serupa hanya meningkat 10 persen dibanding hari biasa.
Roy melihat, ada dua faktor utama penyebab susutnya daya beli masyarakat.
Pertama, adanya kecenderungan menahan belanja dari masyarakat, khususnya dari kalangan menengah lantaran tak mendapat kenaikan penghasilan yang signifikan. "Sayangnya, kelas ini yang banyak menyumbang belanja dan pertumbuhan," kata Roy seperti dinukil dari CNNIndonesia.com.
Kedua, ada pemotongan THR pada sebagian kelas bawah dan menengah. Imbasnya usai THR cair pengaruhnya tak signifikan bagi daya beli masyarakat. "Akhirnya, mall ramai dikunjungi tapi mereka hanya makan-minum, tidak belanja," imbuhnya.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati menilai pencabutan subsidi listrik untuk sebagian pelanggan 900 VA dan bertepatan dengan tahun ajaran baru menggerus daya beli masyarakat.
Akibatnya porsi belanja sandang dan pangan masyarakat menurun. Uang dialihkan untuk membeli kebutuhan sekolah. "Di desa malah ada peralihan, kalau biasanya Lebaran beli baju baru, sekarang cenderung beli gawai baru. Tapi ini tidak mampu memancing pertumbuhan ekonomi," katanya seperti dikutip dari Viva.co.id.
Anjloknya penjualan saat Lebaran ini menambah buruk catatan penjualan ritel tahun ini. Pada triwulan I 2017, pertumbuhan ritel masih minus. Tahun lalu, penjualan triwulan I bisa tembus Rp40 triliun. Namun tahun ini kurang dari Rp30 triliun,
Pada Selasa (4/4) Roy menyebut, ada beberapa sentimen yang membuat industri ritel tak bergairah di awal tahun ini.
Pertama, adanya pilkada serentak membuat masyarakat cenderung khawatir dan menahan diri untuk berbelanja, khususnya di toko-toko ritel.
Kedua pengampunan pajak. Menurutnya, masyarakat menahan belanja lantaran pemerintah tengah gencar-gencarnya menagih kepatuhan pajak para wajib pajak, dikutip dari beritagar.id (vic)