Sepanjang 2016 BPOM Temukan 9071 Kosmetika Ilegal
Jakarta l LINGKAR KONSUMEN- Selama periode Januari hingga Oktober 2016, Badan POM menerima 354 pengaduan masyarakat tentang kosmetika ilegal, baik produknya yaitu kosmetika tidak memiliki nomor notifikasi dan dijual melalui online maupun sarana produksi kosmetika ilegalnya. Data ini menunjukkan bahwa kosmetik ilegal termasuk mengandung bahan berbahaya masih beredar di pasaran.
Data temuan Badan POM menunjukkan bahwa 80% kosmetika ilegal adalah kosmetika impor ilegal. Peredaran kosmetika impor ilegal dan mengandung bahan berbahaya ini selain dapat membahayakan kesehatan konsumen, juga dapat berdampak negatif terhadap perekonomian nasional karena berpotensi menurunkan daya saing kosmetika produksi dalam negeri.
Sebagai wujud upaya pemerintah memberantas produk ilegal dan mengandung bahan berbahaya tersebut, serta dalam rangka memberikan rasa keadilan dalam berusaha bagi para pelaku usaha, Badan POM secara konsisten melakukan penertiban peredaran kosmetika ilegal dan mengandung bahan berbahaya, khususnya kosmetika impor. Penertiban ini dilaksanakan baik oleh Badan POM secara mandiri maupun bersama lintas sektor terkait melalui pengawasan rutin, intensifikasi, maupun dengan target khusus dalam rangka penegakan hukum.
Dari hasil penertiban sepanjang tahun 2016, Badan POM berhasil menemukan 9.071 jenis(1.424.413 kemasan) kosmetika impor ilegal dengan nilai keekonomian mencapai lebih dari 77,9 miliar rupiah. Temuan produk ilegal tersebut terdiri dari kosmetika impor mengandung bahan berbahaya, kosmetika impor tanpa izin edar/nomor notifikasi, dan kosmetika impor yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia secara ilegal (tidak melalui skema Indonesia National Single Window).
Modus operandi yang terungkap dari pelaku yang mengedarkan kosmetika impor ilegal ini antara lain dengan mengemas kosmetika impor ilegal seolah-olah produk dalam negeri yang telah terdaftar, mengemas kosmetika dalam negeri seolah-olah produk impor yang telah terdaftar, mengedarkan secara langsung kepada konsumen (direct selling), memasukkan barang ke Indonesia bercampur dengan produk lain, baik melalui pelabuhan tradisional atau sebagai barang tentengan untuk menghindari pemeriksaan petugas.
Tindak lanjut terhadap temuan produk impor ilegal tersebut antara lain berupa pembatalan terhadap 1.491 izin edar/nomor notifikasi kosmetika, pembekuan akses 28 pemohon notifikasi kosmetika, penghentian sementara kegiatan terhadap 2 pemohon notifikasi, dan pemusnahan produk. Sementara dari hasil penelusuran terhadap kosmetika ilegal, baik dari tindak lanjut pemeriksaan, laporan masyarakat, maupun upaya investigasi selama tahun 2016, telah dilakukan tindak lanjutpro justitia terhadap 53 sarana. Selain itu juga, Badan POM telah memusnahkan 34,7 miliar rupiah kosmetika impor ilegal hasil penertiban 2016.
Selain itu, dari hasil pengawasan selama semester II Tahun 2016, Badan POM berhasil menemukan 39 (tiga puluh sembilan) jenis kosmetika mengandung bahan berbahaya yang didominasi oleh produk kosmetika dekoratif dan produk perawatan kulit.
Bahan berbahaya yang teridentifikasi terkandung dalam temuan tersebut antara lain merkuri, hidrokinon, asam retinoat, serta bahan pewarna merah K3, merah K10 dan Sudan IV. Selain itu, ditemukan pula kosmetika mengandung bahan kimia obat yang seharusnya tidak diperbolehkan terkandung dalam kosmetika yaitu Klindamisin dan Teofilin.
Temuan tersebut berasal dari sarana industri, importir, dan badan usaha yang melakukan kontrak produksi, serta sarana distribusi, termasuk klinik kecantikan. Badan POM juga menjaring produk kosmetika berbahaya yang diedarkan/dipromosikan melalui media elektronik serta situs penjualan online.
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM RI No. 18 Tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetik, penambahan bahan berbahaya dilarang dalam pembuatan kosmetika karena berisiko menimbulkan efek negatif bagi kesehatan, antara lain:
Merkuri, banyak disalahgunakan pada produk pemutih/pencerah kulit. Merkuri bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan teratogenik (mengakibatkan cacat pada janin). Asam Retinoat, banyak disalahgunakan pada produk pengelupas kulit kimiawi (peeling) dan bersifat teratogenik.Hidrokinon, banyak disalahgunakan pada produk pemutih/pencerah kulit. Selain dapat menyebabkan iritasi kulit, Hidrokinon dapat menimbulkan ochronosis (kulit berwarna kehitaman) yang mulai terlihat setelah 6 bulan penggunaan dan kemungkinan bersifat irreversible (tidak dapat dipulihkan).Bahan pewarna Merah K3 dan Merah K10, banyak disalahgunakan pada lipstik atau produk dekoratif lain (pemulas kelopak mata dan perona pipi). Kedua zat warna ini bersifat karsinogenik.
Badan POM berkomitmen untuk terus mengawal pengawasan dan tindakan penanganan terhadap temuan kosmetika mengandung bahan berbahaya dengan memperkuat dasar hukum pengawasan, kelembagaan Badan POM, serta mengintensifkan pemeriksaan termasuk melalui koordinasi dengan lintas sektor terkait. Badan POM meminta para pelaku usaha agar selalu memenuhi ketentuan di bidang produksi dan distribusi kosmetika. Selain itu, Badan POM juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak menggunakan kosmetika mengandung bahan berbahaya sebagaimana tercantum dalam lampiran peringatan publik/public warning ini, termasuk peringatan publik/public warning yang sudah diumumkan sebelumnya.
Ingat selalu “Cek KIK” sebelum membeli atau menggunakan kosmetika, yaitu cek Kemasan dalam kondisi baik, cek Izin edar berupa notifikasi dari Badan POM, cek Kedaluwarsanya. Kepada para pelaku usaha agar selalu memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan terkait importasi dan distribusi kosmetik yang berlaku di Indonesia dalam menjalankan usahanya.[fam/win]